Het oog op Arend

Het verhaal van een jonge soldaat – Van Nederland naar Indië /Indonesië 1946 -1949


De jongetjes van 1925

Arend met zijn oudere zus Koosje.
Arend met zijn oudere zus Koosje

Aan het begin van 2025 kijken we vooral vooruit. Wat gaat het nieuwe jaar brengen? Maar ik kijk nu ook een eeuw terug naar het jaar 1925. In dat jaar werden in vele steden en dorpen in Nederland de jongetjes geboren, die als ‘lichting 1925’ ruim 20 jaar later als soldaat naar Indië werd gestuurd om daar rust en orde te brengen. Kinderen die werden geboren in een land dat geen oorlog kende. De laatste oorlog in Nederland was de afscheiding van België geweest in de jaren dertig van de negentiende eeuw. De Eerste Wereldoorlog was wel – letterlijk – heel dichtbij gekomen, maar geen Nederlandse jongen had in de loopgraven hoeven vechten. Ook had Nederland in de koloniën nog oorlog gevoerd, met name de Atjeh-oorlog was een lang en heftig conflict geweest. Maar daar vochten slechts weinig Nederlanders. Het merendeel van de troepen bestond uit ‘inlanders’, soldaten die afkomstig waren van een van de eilanden van de Indische archipel. De ouders van de jongetjes van 1925 konden niet bevroeden dat hun kinderen 15 jaar later met een oorlog in eigen land geconfronteerd zouden worden. En nog minder dat in 1946 tienduizenden van hen als dienstplichtig militair naar de Oost zouden worden gestuurd. Dat laatste kón eigenlijk niet: de grondwet verbood de inzet van Nederlandse troepen in de koloniën, zoals de grondwet van 1917 formuleerde: ‘De dienstpligtigen te land mogen niet dan met hunne toestemming naar de koloniën en bezittingen van het Rijk in andere werelddeelen worden gezonden’.
Niet alleen oorlog lag in het verschiet voor de jongetjes van 1925, ook armoede en gebrek. Met de beurskrach van 1929 begon een ingrijpende wereldwijde economische crisis, waar ook Nederland zwaar door werd getroffen. Een groot deel van de jaren dertig werd getekend door werkloosheid en economische malaise.
De ouders zullen hele andere verwachtingen voor hun zoontjes hebben gehad. Zij hoopten op een mooie toekomst, zoals alle ouders dat hebben voor hun kinderen. De jongetjes van 1925 werden geboren in een land dat zich snel ontwikkelde. Er werd volop gebouwd. Economisch ging het Nederland voor de wind. Oorlog was na de verschrikkingen in de loopgraven iets van het verleden, zo dacht men. Het ‘gebroken geweertje’ was hét symbool van het sterke pacifisme in die periode.
Ook Arend werd geboren in 1925. Deze blog besteed aandacht aan zijn tijd in Indië, maar ook aan zijn verdere leven. Dit jaar zou hij een eeuw oud zijn geworden. Die leeftijd heeft hij niet mogen bereiken. Hij overleed in 2014, na een leven dat sterk was beïnvloed door die bijna 10 jaar in oorlogsomstandigheden.

PS het gaat hier alleen over de jongetjes, want oorlog was in die tijd nog meer dan vandaag een mannen-aangelegenheid. Vrouwen waren wel op vele manieren betrokken, maar (bijna) niet als soldaat.

Anak-Anak Laki-Laki Tahun 1925

Di awal tahun 2025, kita terutama melihat ke depan. Apa yang akan dibawa tahun baru ini?
Namun, saya juga ingin melihat ke belakang, tepatnya satu abad ke tahun 1925. Pada tahun itu, di banyak kota dan desa di Belanda, lahirlah anak-anak laki-laki yang kelak dikenal sebagai “angkatan 1925.” Dua puluh tahun kemudian, mereka dikirim ke Hindia sebagai tentara untuk membawa ketertiban dan keamanan. Anak-anak ini lahir di sebuah negara yang tidak mengenal perang. Perang terakhir yang dialami Belanda adalah pemisahan dari Belgia pada tahun 1830-an. Perang Dunia Pertama memang sangat dekat secara geografis, tetapi tidak ada pemuda Belanda yang perlu bertempur di parit.
Meski begitu, Belanda masih berperang di koloninya, terutama Perang Aceh yang berlangsung lama dan sangat sengit. Namun, hanya sedikit orang Belanda yang terlibat langsung dalam perang tersebut. Mayoritas pasukan terdiri dari “pribumi,” yaitu tentara yang berasal dari salah satu pulau di kepulauan Hindia.

Orang tua dari anak-anak laki-laki tahun 1925 sama sekali tidak dapat membayangkan bahwa 15 tahun kemudian anak-anak mereka akan menghadapi perang di tanah air mereka sendiri. Bahkan lebih sulit untuk membayangkan bahwa pada tahun 1946 puluhan ribu dari mereka akan dikirim ke Timur sebagai tentara wajib militer. Hal ini sebenarnya tidak mungkin terjadi: konstitusi melarang pengiriman tentara Belanda ke koloni. Konstitusi tahun 1917 menyatakan: “Tentara wajib tidak boleh dikirim ke koloni dan wilayah milik Kerajaan di belahan dunia lain tanpa persetujuan mereka.”

Namun, bukan hanya perang yang menanti anak-anak laki-laki tahun 1925, tetapi juga kemiskinan dan kekurangan. Dengan kejatuhan pasar saham pada tahun 1929, dimulailah krisis ekonomi global yang parah, yang sangat memengaruhi Belanda. Sebagian besar tahun 1930-an ditandai dengan pengangguran dan kesulitan ekonomi.
Orang tua dari anak-anak laki-laki ini pasti memiliki harapan yang sangat berbeda untuk putra-putra mereka. Mereka berharap anak-anak mereka memiliki masa depan yang cerah, seperti harapan semua orang tua. Anak-anak laki-laki tahun 1925 lahir di sebuah negara yang sedang berkembang pesat. Banyak pembangunan sedang berlangsung. Ekonomi Belanda saat itu sedang tumbuh pesat. Setelah kengerian perang parit, perang dianggap sebagai sesuatu dari masa lalu. Lambang “senapan patah” adalah simbol kuat dari paham pasifisme pada masa itu.

Arend juga lahir pada tahun 1925. Blog ini menyoroti waktunya di Hindia, tetapi juga perjalanan hidupnya yang lain. Tahun ini, dia akan genap berusia seratus tahun. Namun, dia tidak mencapai usia itu. Arend meninggal pada tahun 2014 setelah menjalani kehidupan yang sangat dipengaruhi oleh hampir 10 tahun berada dalam kondisi perang.

Catatan: Artikel ini hanya berbicara tentang anak-anak laki-laki, karena perang pada masa itu—bahkan lebih dari sekarang—merupakan urusan laki-laki. Wanita memang terlibat dalam berbagai cara, tetapi (hampir) tidak sebagai tentara.


Eén reactie op “De jongetjes van 1925”

  1. Boeiende blog. Goed ook dat er een Indonesische vertaling is. Koosje is mijn schoonmoeder. Lourens de Vries (echtgenoot van Robinia Wiersma).

    Geliked door 1 persoon

Plaats een reactie