Mei 1945 arriveren de bevrijders in Haarlem. Ook bij de familie Luttik aan de Hedastraat gaat de vlag uit. Eindelijk vrijheid. De Canadezen krijgen op 8 mei een enthousiast onthaal in de stad en Duitse krijgsgevangenen worden aan het werk gezet om de blokkades aan de rand van Haarlem te verwijderen. Er wordt uitbundig gevierd, maar Arend is zich er terdege van bewust dat de oorlog nog niet voorbij is. In Azië bieden de Japanners nog heftig weerstand tegen de oprukkende geallieerde troepen. Daarom besluit hij zich als oorlogsvrijwilliger te melden om mee te strijden tegen de Japanse bezetting en ook daar voor vrijheid te vechten. Maar de strijd is sneller beslist dat iemand zich kon bedenken. De atoombommen op Hiroshima en Nagasaki maken een snel en tragisch einde aan een verschrikkelijke oorlog.
Toch moet Arend onder de wapenen. Hij behoort tot de lichting 1925 die wordt ingezet tegen de Indonesische Republiek, tegen de Indonesische vrijheidsstrijd. Met jonge jongens, die al vijf jaar oorlog hebben meegemaakt, gaat hij een nieuwe oorlog in.
Op 4 mei herdenken wij de slachtoffers van de Tweede Wereldoorlog. Het 4 en 5 mei comité spreekt sinds 2022 ook over hen die vielen in de koloniale oorlog in Indonesië. Onder hen zijn twee kameraden van de eenheid van Arend.
Het gedenkboek van zijn eenheid vermeldt: “28 Juli ’47 We vertrekken naar Tjibadak om later via het nog smeulende Soekaboemi te Lio-Tjireungas en Lampegantunnel uiteen te gaan. We maken allen beschietingen mede en weren ons dienovereenkomstig. We krijgen een bedankje van de Prinses Irene voor een tijdige doelmatige ondersteuning die we hen konden geven. Helaas betreuren we in deze periode onze eerste verliezen. Koos de Wilt ging in een carrier mee om hulp te bieden aan een, op een zeer gevaarlijke plaats, vastgelopen kameraad, waarbij de carrier van de weg afraakte en wij Koos de volgende dag, met een stil en verpletterd gemoed, naar zijn laatste rustplaats brachten. Slechts weinige dagen later trof ons peloton een nieuwe slag; door een wel zeer tragisch ongeluk met een vuurwapen werd Jan Baas dodelijk gewond en hoewel de eerste berichten niet ongunstig luidden, moesten wij ook Jan missen. Door de acties konden wij hem, behoudens een kleine delegatie, niet zelf naar zijn laatste rustplaats begeleiden, maar moesten dit aan de Recce’s overlaten, die deze vriendendienst waardig voor ons verrichtten.”
Volgens andere bronnen wordt Jan Baas getroffen door een schot van een kameraad. Over de omstandigheden is verder niets bekend. Koos de Wilt komt om in het gebied tussen Sukabumi en de Lampegan-tunnel, aan het spoor richting Bandung.
De strijd is daadwerkelijk losgebarsten. Nederland wil grote delen van Indonesië opnieuw bezetten, bovenal om economische redenen. Nederland is verarmd door de oorlog en niet in staat om veel langer de grote troepenmacht in Indonesië te financieren. Daarom start op 21 juli 1947 ‘Operatie Product’ met als doel economisch belangrijke doelen te bezetten, zoals plantages en energiecentrales. Een veel Nederlandser naam voor een oorlogsplan valt toch niet te bedenken. In deze strijd vallen de twee enige slachtoffers van het mortierpeloton van Arend. De mannen worden begraven in Sukabumi. Later krijgen zij hun laatste rustplaats op Ereveld Menteng Pulo in Jakarta. Een jonge bakkersknecht uit Alblasserdam en een meubelmaker uit Vlaardingen, 21 en 22 jaar. Koos laat een verloofde achter; zij, ouders en andere familie kunnen niet eens afscheid nemen van hun zoons, zoons die vele jaren van oorlog achter zich hadden en wiens toekomst hen werd ontnomen. Ver van huis stierven zij in een strijd die orde en rust moest brengen, maar uiteindelijk verzandde in een jarenlange strijd zonder resultaat. Een trieste balans. Het doet niets af aan hun inzet en de dapperheid om een kameraad in nood te helpen in moeilijke omstandigheden.
Laten we ook deze jongens en de vele andere slachtoffers van deze oorlog blijven herdenken. Ik doe dat in ieder geval door hen te benoemen en te herdenken in deze post.
https://oorlogsgravenstichting.nl/personen/171763/jacobus-de-wilt
https://oorlogsgravenstichting.nl/personen/5123/jan-floris-gerardus-baas







Mei 1945, para pembebas tiba di Haarlem. Di rumah keluarga Luttik di Hedastraat, bendera juga dikibarkan. Akhirnya, kebebasan datang. Pada 8 Mei, tentara Kanada disambut meriah di kota, dan tawanan perang Jerman diperintahkan untuk membersihkan blokade di pinggiran Haarlem. Perayaan berlangsung dengan semarak, namun Arend sangat sadar bahwa perang belum berakhir. Di Asia, tentara Jepang masih memberikan perlawanan sengit terhadap pasukan Sekutu yang terus maju. Karena itu, ia memutuskan untuk mendaftar sebagai sukarelawan perang, untuk ikut berjuang melawan pendudukan Jepang dan memperjuangkan kebebasan di sana. Namun, pertempuran berakhir lebih cepat dari yang bisa dibayangkan. Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mengakhiri perang yang mengerikan ini secara cepat dan tragis.
Namun Arend tetap harus mengangkat senjata. Ia termasuk dalam angkatan kelahiran 1925 yang dikerahkan melawan Republik Indonesia, melawan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama para pemuda yang sudah mengalami perang selama lima tahun, ia memasuki perang baru.
Pada tanggal 4 Mei, kita memperingati para korban Perang Dunia Kedua. Sejak tahun 2022, Komite Peringatan 4 dan 5 Mei juga mengenang mereka yang gugur dalam perang kolonial di Indonesia. Di antara mereka terdapat dua rekan satu unit Arend.
Buku kenangan satuannya mencatat:
“28 Juli ’47. Kami berangkat menuju Tjibadak untuk kemudian menyebar lewat Soekaboemi yang masih berasap ke Lio-Tjireungas dan Terowongan Lampegan. Kami semua terlibat dalam baku tembak dan bertahan sesuai situasi. Kami menerima ucapan terima kasih dari Putri Irene atas bantuan tepat waktu dan efektif yang kami berikan. Sayangnya, dalam periode ini kami mengalami kehilangan pertama kami. Koos de Wilt ikut dalam kendaraan lapis baja untuk menolong seorang rekan yang terjebak di tempat yang sangat berbahaya, namun kendaraan itu tergelincir dari jalan, dan keesokan harinya kami mengantar Koos ke peristirahatan terakhirnya dengan hati yang hening dan penuh duka. Hanya beberapa hari kemudian, peleton kami mengalami musibah lagi; karena kecelakaan tragis dengan senjata api, Jan Baas terluka parah dan meski laporan awal tidak buruk, kami akhirnya juga kehilangan Jan. Karena situasi operasi, kami tidak bisa mengantarnya sendiri ke pemakaman, kecuali dengan delegasi kecil. Tugas itu kami serahkan kepada pasukan pengintai (Recce), yang melaksanakan tugas ini dengan penuh kehormatan atas nama kami.”
Menurut sumber lain, Jan Baas tertembak oleh tembakan dari seorang rekan. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai kejadiannya. Koos de Wilt tewas di wilayah antara Sukabumi dan Terowongan Lampegan, di jalur kereta menuju Bandung.
Pertempuran benar-benar telah dimulai. Belanda ingin menduduki kembali sebagian besar wilayah Indonesia, terutama karena alasan ekonomi. Belanda yang telah miskin akibat perang tidak mampu lagi membiayai keberadaan pasukan besar di Indonesia. Karena itu, pada 21 Juli 1947 dimulailah Operatie Product, dengan tujuan menduduki wilayah-wilayah penting secara ekonomi, seperti perkebunan dan pembangkit listrik. Sulit membayangkan nama perang yang lebih “Belanda” daripada ini. Dalam pertempuran ini, dua korban jiwa pertama dan satu-satunya dari peleton mortir Arend gugur. Mereka dimakamkan di Sukabumi. Kemudian, mereka dipindahkan ke tempat peristirahatan terakhir mereka di Taman Makam Kehormatan Menteng Pulo di Jakarta. Seorang pembantu tukang roti muda dari Alblasserdam dan seorang tukang mebel dari Vlaardingen, usia 21 dan 22 tahun. Koos meninggalkan seorang tunangan; dia, orang tua, dan keluarga lainnya bahkan tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepada putra-putra mereka — anak-anak muda yang telah melalui bertahun-tahun perang dan masa depan mereka direnggut. Jauh dari rumah, mereka gugur dalam sebuah perjuangan yang dimaksudkan untuk membawa ketertiban dan ketenangan, namun akhirnya berubah menjadi perang berkepanjangan tanpa hasil. Sebuah kenyataan yang menyedihkan. Namun, hal ini tidak mengurangi pengabdian mereka dan keberanian mereka untuk menolong seorang rekan dalam kesulitan di tengah situasi yang berat.
Mari kita terus mengenang anak-anak muda ini dan banyak korban lain dari perang ini. Saya sendiri melakukannya dengan menyebut dan mengenang mereka dalam tulisan ini.

Plaats een reactie